Menjeda Suara-Suara Sumbang dan Temukan Diri yang Khas

            "Kadang kita terlalu sibuk mendengarkan suara-suara sumbang dari orang lain sampai kita berhenti menemukan kebaikan dan kelebihan diri. Utamanya Keunikan diri. Suara-suara itu menghardik kita, membuat kita berhenti mengapresiasi diri, apalagi mencintai diri sendiri".


Ilustrasi dari Pinterest


           Sepanjang era kehidupan manusia, kian lama  teknologi semakin canggih. Mulai dari era berburu, era bertani, era industri, era informasi, hingga era super smart society. Meski begitu, kemajuan teknologi tidak berbanding lurus dengan kemajuan kedewasaan manusia. Kedewasaan ini pada banyak aspek. Salah satunya pada strategi untuk menjaga kesehatan mental.

            Kesehatan mental menjadi menjadi aspek kehidupan manusia, sebab mental yang sehat akan sangat berpengaruh pada segala sendi kehidupan manusia. Seseorang yang memiliki mental yang sehat akan memiliki hidup yang tertatur, visi yang jelas, aktivitas yang produktif, lebih baik dalam bersosialisasi, dan memiliki karakter yang lebih tenang dan suka berpikir positif. Sehingga, kesehatan fisik akan sangat dipengaruhi oleh kesehatan mental. Pada tulisan ini, saya ingin menawarkan beberapa strategi untuk menjaga kesehatan mental manusia, sebagai berikut. 


Menjeda Suara-suara Sumbang

            Menerima kritik membangun tentang diri kita merupakan tindakan yang sangat dewasa untuk menjadi manusia yang lebih baik. Tidak banyak orang yang mampu menerima masukan. Namun, bukan berarti kita harus selalu menjadi pendengar yang baik bagi segala kritik tentang diri kita. Apalagi ucapan yang menggelitik, sampai-sampai mental kita terusik.

            Kita tidak boleh lupa untuk memberi waktu bagi diri untuk tenang dan merenung tentang jalan-jalan kehidupan yang telah ditempuh,  masalah-masalah yang telah diatasi, target-target yang telah tercapai, dan hal-hal kecil yang perlu diapresiasi. Kritik dan masukan terkadang datang secara bertubi-tubi dan beragam. Ada yang bernada keras, namun konstruktif. Ada yang berintonasi halus, namun menusuk. Ada pula yang berbunyi kosong melompong. Lebih dari itu, suara-suara kritik yang berlebihan pada akhirnya akan menjadi “sumbang”, ketika kita tidak siap dan bijak untuk menyaring dan menerimanya.  

            Begitu sulit untuk menyaring sekelompok “suara-suara” itu. Tentu saja, kita butuh kritik dan saran dari orang lain. Namun, kita adalah nahkoda di tengah lautan kehidupan kita. Kita tidak boleh menyerahkan sepenuhnya urusan hidup pada pendapat orang lain. Sebab, hal ini akan membuat kita bergantung dan tenggelam pada pandangan orang lain. Kita tidak akan pernah menemukan diri yang riil.  Kita hanya akan menjadi followers tanpa kemandirian dan inisiatif. Kita hanya akan melihat apa yang sama dari diri kita pada banyak orang, tanpa sesuatu yang berbeda dan spesial.

            Oleh karena itu, kita perlu membatasi untuk mendengarkan kritik dan masukan tentang diri kita. Kita tak perlu menjadi cermin kesempurnaan bagi seluruh mata yang melihat. Kita hanya perlu menjadi kita yang terus menerus memperbaiki diri dengan priadi yang lebih baik selangkah demi selangkah. Tentu saja, mendengarkan kritik dan masukan adalah tindakan dewasa. Namun menjeda hal itu dan memberikan waktu diri untuk merenung dan mengapresiasi diri adalah tindakan yang lebih bijak untuk menyelamatkan diri. Kita akan terhindar dari tindakan menghardik dan membenci diri sendiri atas berbagai kekurangan yang dilihat orang itu (https://www.blog.dearsenja.com/).  


Temukan Diri yang Khas

            Dewasa ini, secara sadar maupun tidak sadar, kita telah ditata untuk menjadi diri yang sama dengan identitas besar. Perempuan harus bersifat feminim. Laki-laki harus tampil maskulin. Pelajar harus tampil terdidik. Pemimpin harus sempurna. Para umat harus seutuhnya suci. Manusia harus selalu manusiawi. Dan masih banyak lagi. Kita telah berada pada prasangka identitas ini, sehingga menjadi manusia dan dewasa kita telah diukur dengan syarat dan ciri identitas ini.

            Temukan diri yang khas adalah sebuah langkah murtad pada identitas yang telah dikonstruksi oleh tatanan sosial. Padahal, setiap manusia memiliki perbedaan yang menjadikan mereka istimewa dengan kekhasan yang dimiliki. Misalnya, pria pendek dengan bakat sepak bola yang luar biasa. Wanita dengan gaya maskulin. Penyandang disabilitas dengan suara yang merdu. Pemain profesional dengan suara yang menawan. Pemalas yang memiliki kecerdasan yang tinggi. Perempuan lulusan SMP bisa menjadi seorang menteri. Dan masih banyak lagi lainnya. Tidak jarang, mereka yang menemukan dan menerima diri mereka sebagai pribadi yang berbeda menjadi lebih sukses dan lebih sehat secara mental.

            Tidak sedikit dari kita melihat perbedaan orang-orang di atas hanya sebatas keajaiban saja. Namun mereka melupakan hal yang paling esensial, yaitu keberanian mereka untuk menemukan, menerima, dan mengembangkan perbedaan itu untuk hidup sebagai diri yang khas. Kita terpaku untuk menjadi followers dalam identitas-identitas besar. Tentu saja, menjadi berbeda bukan hal mudah. tantangan akan hadir silih berganti. Termasuk cibiran dan hardikan dari para haters. Namun, saya kira, ini menjadi tindakan progresif bagi diri, karena menjadi berbeda adalah tindakan mengistimewakan diri dari kumpulan manusia lainnya. Kita telah menemukan kelebihan kita yang berbeda dengan orang lain.

            Misalnya saja, saya pernah menemukan seorang pria dengan suara perempuan yang merdu di salah satu acara pencarian bakat. Sewaktu sekolah, dia kerap mendapatkan aksi bullying, karena memiliki suara yang aneh dan berbeda dengan gender yang dimiliki. Namun, si pria tersebut tidak pernah berhenti berusaha pada mimpinya untuk menjadi penyanyi dengan bakatnya. Tentu saja, masih banyak lagi orang-orang yang memiliki perbedaan tersebut dan bisa menjadi keistimewaan diri.  

            Dengan menemukan diri yang khas merupakan salah satu langkah besar untuk dapat mengapresiasi diri dan mencintai diri sendiri. Sebab kita menerima dan bangga akan apa yang telah kita miliki. Tentu saja, menemukan diri yang khas tak semudah membalik tepak tangan. Hal ini senada dengan pernyataan Cristiano Ronaldo, “talent without hardwork is nothing”. Kerja keras di sini pula dibarengi dengan kerja cerdas. Misalnya saja, tubuh Messi yang tidak setinggi pemain bola pada umumnya tidak menjadi halangan menuju pemain sepak bola nomor satu di dunia. Ucok Baba dengan tubuh yang kerdil bisa sukses di dunia hiburan, komedi dan perfilman. Dany Aditya dengan tubuh cacatnya bisa menjadi terkenal dengan lawakannya (https://www.dearsenja.com/).

            Di tepi tulisan ini, saya tidak ingin push siapapun untuk menjadi artis terkenal ataupun pemain bola terbaik di dunia layaknya Messi. Namun, saya ingin mengingatkan kita semua bahwa penting untuk menemukan diri yang khas dengan memanfaatkan potensi yang khas, kerja keras, dan akal yang cukup. Hal ini perlu dilakukan sebagai upaya untuk menemukan diri yang khas. Kemudian diri yang khas ini akan menjadi pencapaian kita yang pantas untuk dibanggakan. Pada akhirnya, menjeda suara-suara sumbang dan berupaya untuk menemukan diri kita adalah cara untuk mengapresiasi diri, mencintai diri, dan utamanya menjaga kesehatan mental kita untuk hidup dengan optimis. #DearSenjaBlogCompetition


No comments:

Powered by Blogger.